Sebuah kisah yang berulang kali membuat saya semangat, Sobat!
Yups ... ini dia! Selamat membaca ... ^_^
Seorang anak perempuan
mengeluh pada sang ayah tentang kehidupannya yang sangat berat. Ia tak tahu lagi
apa yang harus dilakukan dan bermaksud untuk menyerah. Ia merasa capai untuk
terus berjuang dan berjuang. Bila satu persoalan telah teratasi, maka persoalan
yang lain muncul. Lalu, ayahnya yang seorang koki membawanya ke dapur. Ia
mengisi tiga panci dengan air kemudian menaruh ketiganya di atas api. Segera
air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panci pertama dimasukkannya beberapa
wortel Ke dalam panci kedua dimasukkannya beberapa butir telur. Dan, pada panci
terakhir dimasukkannya biji-biji kopi. Lalu dibiarkannya ketiga panci itu
beberapa saat tanpa berkata sepatah kata.
Sang
anak perempuan mengatupkan mulutnya dan menunggu dengan tidak sabar. Ia
keheranan melihat apa yang dikerjakan ayahnya. Setelah sekitar dua puluh menit,
ayahnya mematikan kompor. Diambilnya wortel-wortel dan diletakkannya dalam
mangkok. Diambilnya pula telur-telur dan ditaruhnya di dalam mangkok. Kemudian
dituangkannya juga kopi ke dalam cangkir. Segera sesudah itu ia berbalik kepada
putrinya, dan bertanya: “Sayangku, apa yang kaulihat?”
“Wortel, telur, dan
kopi,” jawab anaknya.
Sang ayah membawa anaknya mendekat dan memintanya
meraba wortel. Ia melakukannya dan mendapati wortel-wortel itu terasa lembut.
Kemudian sang ayah meminta anaknya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah
mengupas kulitnya si anak mendapatkan telur matang yang keras. Yang terakhir
sang ayah meminta anaknya menghirup kopi. Ia tersenyum saat mencium aroma kopi
yang harum. Dengan rendah hati ia bertanya “Apa artinya, bapa?” Sang ayah
menjelaskan bahwa setiap benda telah merasakan penderitaan yang sama, yakni air
yang mendidih, tetapi reaksi masing-masing berbeda. Wortel yang kuat, keras,
dan tegar, ternyata setelah dimasak dalam air mendidih menjadi lembut dan
lemah. Telur yang rapuh, hanya memiliki kulit luar tipis yang melindungi cairan
di dalamnya. Namun setelah dimasak dalam air mendidih, cairan yang di dalam itu
menjadi keras. Sedangkan biji-biji kopi sangat unik. Setelah dimasak dalam air
mendidih, kopi itu mengubah air tawar menjadi enak.
“Yang mana engkau, anakku?” sang ayah bertanya.
“Ketika penderitaan mengetuk pintu hidupmu,
bagaimana reaksimu? Apakah engkau wortel, telur, atau kopi?”
Bagaimana dengan ANDA, sobat?
Apakah Anda seperti sebuah wortel, yang kelihatan
keras, tetapi saat berhadapan dengan kepedihan dan penderitaan menjadi lembek,
lemah, dan kehilangan kekuatan?
Apakah Anda seperti telur, yang mulanya berhati
penurut? Apakah engkau tadinya berjiwa lembut, tetapi setelah terjadi kematian,
perpecahan, perceraian, atau pemecatan, Anda menjadi keras dan kepala batu?
Kulit luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit, tegar
hati,serta kepala batu?
Atau apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah
air panas, hal yang membawa kepedihan itu, bahkan pada saat puncaknya ketika
mencapai 100 C. Ketika air menjadi panas, rasanya justru menjadi lebih enak.
Apabila Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam
keadaan yang terburuk sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat
suasana di sekitar Anda menjadi lebih baik.
Bagaimana cara Anda menghadapi penderitaan, Sobat?
Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar