Sabtu, 13 Desember 2014

Pemuda, Garam, Danau, dan Kakek yang Bijaksana

Suatu ketika, seorang pemuda mendatangi kakek yang bijaksana.

"Kenapa kamu ke sini, Nak?" ujar sang kakek.

“Kakek, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tidak ada habis-habisnya,” jawab pemuda itu dengan lesu.

Si Kakek tersenyum. “Ambillah segelas air dan dua genggam garam, bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.” Si pemuda pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan kakek itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke gelas itu,” kata Si Kakek.
“Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.”

Pemuda itu pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin. “Bagaimana rasanya?” tanya si Kakek.

“Pahit, Asin tak karuan, dan sangat tidak enak!” jawab pemuda itu dengan wajah yang masih meringis. Si Kakek hanya tertawa terkekeh-kekeh.

“Sekarang kau ikut aku.” Si Kakek membawa pemuda itu ke danau di dekat tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, tebarkan ke danau, dan aduklah.”

Pemuda itu menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau dan mengaduknya.

“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata si Kakek.

Pemuda itupun menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau,  lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, si Kakek bertanya kepadanya, “Bagaimana rasanya?”

“Segar Kek, segar sekali,” kata pemuda itu sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.

“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”

“Tidak terasa sama sekali,” kata pemuda itu.

“Nah, segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Begitulah hidup ... kau masih muda dan perlu banyak makan garam kehidupan.”

“Semua orang mengalami masalah dalam hidupnya, dan merasakan asinnya penderitaan karena masalah tersebut. Namun yang membedakan adalah tergantung dari besarnya hati yang menampungnya. Jadi, supaya kamu tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas, dan jadikan hatimu sebesar danau.”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Gambar ilustrasi: Danau Linow

Tidak ada komentar:

Posting Komentar